Sunday, July 25, 2010

vicious chain phenomenon

hari ini ada satu kejadian yang membuatku merasa tidak enak ati … lumayan memikirkannya. ceritanya tadi sedang tutoring seperti biasa di rumah salah satu murid (cieee murid… sini bu guru dong ^^), yang notabenere adalah seorang dari amerika serikat alias bule. nah pas asyik-asyiknya ngebahas tentang kebudayaan hindu… datang seorang laki-laki setengah baya sampai ke pintu. dikira tukang gas atau dari petugas listrik. tak taunya orang jualan sticker salah satu klub sepakbola terkenal di semarang (enggak tau juga apa itu sticker official a.k.a resmi dari klub tersebut atau tidak) - seperti kebanyakan penjual sticker lainnya untuk demam berdarah, dkk. sebenarnya si empunya rumah sudah ga mau beli (simpel…dia sama sekali tidak tahu tentang bola, apalagi klub tersebut!), nah karena berbaik hati dia membelinya. dia bertanya padaku berapa biasanya harganya. aku jawab setahuku (dan jumlah yang biasanya kubayarkan untuk sticker2 seperti itu), yaitu 1000 (seribu) perak. tapi si bapak penjual sticker meminta lebih (aku enggak tau apa emang jumlah tersebut kurang atau karena yang dihadapinya adalah orang bule). bapak penjual tersebut pergi dengan muka dan pandangan marah ke arahku (mungkin dalam pikirannya aku sesama sebangsa dan setanah air tapi kok sama sekali enggak membantunya).
aku nggak ngerti. apa aku salah? karena aku juga bakalan bayar dengan jumlah yang sama. bahkan sebenarnya aku juga enggak mau bayar, tapi kadang mereka memaksa. entahlah … aku merasa tidak enak ati … apa ya tepatnya …merasa malu sekaligus kasihan …dongkol juga. tidak tau bagaimana menjelaskan fenomena tersebut. fenomena penjual sticker, pengamen, pengemis, dan masih banyak lainnya.
kami berdua mulai berbicara tentang fenomena tersebut - ceritanya membanding-bandingkan dengan negara lain - bagaimana pendapat kami tentang pengamen dari rumah ke rumah atau pengamen pada umumnya. nah tak lama kemudian seorang pengamen datang!
hmm… aku juga inget kejadian yang nggak ngenakin juga…dulu waktu zamannya ikutan jadi guide sementara. ceritanya waktu itu di borobudur. pasti sudah pada melihat para penjual souvernir yang langsung menyerbu kita. apalagi para turis asing. ada seorang penjual souvenir (kalau tidak salah seorang ibu-ibu) dia mengata-ngataiku dengan ucapan keras yang membuatku merasa “deg” di jantungku (apalagi aku lumayan baru dalam bidang tourism guide). dia berkata bahwa seharusnya aku diam saja (tidak usah memberitahu turisnya - biar para penjual merayu mereka untuk membeli). padahal aku sama sekali tidak melarang para turis untuk membeli. hanya saja mereka sudah tahu sendiri (karena mereka sering bepergian kemanapun) dan memang mereka tidak mau membeli.
hiks …rasanya nggak ngenakin banget. dibenci dan dikata-katai saudara sebangsa dan setanah air padahal maksudku bukan begitu.

Bookmark and Share

No comments:

Post a Comment