Sunday, July 25, 2010

3 agustus 2008
hampir jam 9 malam

duduk terguncang-guncang di mobil sepanjang jalan dari kudus-semarang, yang memang sedang dalam perbaikan, bahkan sampai selarut itu masih bisa kulihat para pakerja di jalan, dengan mesin-mesin mereka, dengan debu-debu mengepul beterbatangan. membuatku merasa lebih beruntung karena duduk letih dan mengantuk di dalam mobil ber-ac (yang juga terlalu dingin). perjalanan melewati kota-kota itu membuatku merasa lebih beruntung juga karena ternyata salatiga ternyata lebih “adem”, tidak sekering dan setandus kota-kota yang baru saja kulewati: jepara, kudus dan semarang.
aku sama sekali tidak ada minat melihat sentra industri ibukota jawa tengah tersebut, dengan banyak pabrik, bau limbah, truk-truk besar kotor berhenti berjejeran di pinggir jalan (bentuknya mirip robot raksasa dengan kepala mereka tertekuk ke bawah, letih dan mengantuk), jalanan yang padat dengan bis-bis umum, motor, truk dan juga becak, dokar, dll.
mobil mulai berbelok ke kawasan jalan tol semarang, tidak terlalu banyak kendaraan dan pemandanganpun mulai berubah. dengan posisi tubuh masih berselonjor malas karena capek dan kantuk, aku melihat ke arah luar jendela mobil, sebelah kanan dan kiri. lebih ke arah kanan karena sebelah kiri ada sosok barbara yang juga sedang konsen dengan pemandangan di luar.
di sepanjang jalan tol itu kulihat banyak sekali cahaya kecil berpendar, berasal dari areal pemukiman penduduk yang sangat jauh di atas dan di bawah bukit, dengan bermacam siluet warna lampu rumah mereka. cantik sekali…seperti bukit kunang-kunang …atau kalau lebih khayal lagi mungkin seperti rumah-rumah para goblin dalam film lord of the ring. pandanganku tak bisa lepas dari mereka, bahkan tanganku terlalu capek untuk mengambil kamera digital yang ada di tas sebelahku…dan laju mobil juga terlalu kencang serta keadaan terlalu gelap untuk mengabadikan moment tersebut.
walaupun tertutup sebentar oleh terowongan (di atas untuk rel kereta api dan jalan yang lain), pemandangan itu masih menyambutku. selama ini aku tidak pernah suka dengan semarang (kecuali kota lamanya dan bangunan-bangunan tuanya), tapi demi melihat bukit lampu tersebut aku jadi tersenyum bahwa ada sisi cantiknya juga kota industri yang panas ini. tapi mungkin hanya untuk kesan malam hari saja, karena kalau siang hari (rumah-rumah) itu terkesan padat, berdesakan, berserakan tak teratur.
barbara menoleh ke arahku, mempunyai kesan yang sama, “indah ya?”, aku cuma mengangguk, sepaham.
namun gerbang tol menyapa dengan angkuhnya, dan bukit lampu tadi berganti dengan deretan semak-semak dan kemudian muncul bangunan toserba besar dengan tanda M besar yang mencolok dan sudah pasti sangat dikenal.
aku memilih menenggelamkan punggungku di sandaran dan mencoba menutup mata, walau hanya sebentar. mungkin satu jam lagi sampai di salatiga, kalau tidak macet, seperti biasa.

road of lamps
road of lamps


Bookmark and Share


No comments:

Post a Comment