Sunday, July 25, 2010

mata yang sama



june 30, 2008
19.00

aku memilih meja-tempat duduk di dekat jendela, di lantai 2, sehingga bisa melihat lalu lintas di bawah. bukannya apa-apa, tapi aku memilih tempat ini karena aku datang sendirian dan kuharap tidak akan ada banyak yang memperhatikan ke-solo-an-ku. untung sepi, walaupun beberapa meja di belakangku ada sekitar 5 orang (3 cowok, 2 cewek) yang sedang asyik makan dan ngobrol. hampir semua menoleh saat aku duduk, mungkin heran - atau kasihan - padaku yang makan sendirian. aku memunggungi mereka.
aku ambil buku - yang kupinjam dari barbara, sebuah novel berbahasa indonesia yang habis dilahapnya dalam 2 hari! berjudul “mata yang sama”, karya Octavia Budiarti - seorang pengarang yang juga berstatus sebagai salah seorang karyawan di sebuah bank swasta - aku sama sekalu belum pernah dengar atau melihat buku ini.
sambil menunggu pesananku, aku mulai membaca, dari editornya dulu:
“mata yang sama adalah sebuah novel tragik-romantik yang mengukuhkan
masa lalu bukan sebagai candu dan masa depan bukan sebagai jurang. penulis novel ini, melalui tokoh utamanya - Nala - memberi wangsit pada pandangan dunia kita bahwa manusia haruslah berusaha untuk tetap hidup dalam kedisinian…”

aduh, lapar, batinku sambil menolah keluar, melihat di bawah seorang tukang parkir yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. areal parkir terlihat penuh, banyak kendaraan keluar-masuk. aku meneruskan membaca, kali ini dari pengarangnya:
“kadang-kadang, saat kita menengok kembali ke belakang ada banyak sekali kenangan pahit yang ingin kita lupakan di masa lalu … masa lalu adalah kenangan, dan kenangan sejatinya tetap jadi kenangan, sebuah kenyataan yang tidak bisa diubah bahkan saat kita ingin melupakan …”
maaf, mbak. sela ramah waitress yang mengantarkan makan malamku - chicken teriyaki dan stroberi milkshake. tak lupa kuucapkan terima kasih. menyeruput minumanku dan mengaduk-aduk makananku. masih panas. karena itu aku kembali pada bacaanku:
“terkadang, saat kita menelusuri kembali satu demi satu kenangan masa lalu, ada perasaan gundah, perasaan kecewa, perasaan bersalah dan penyesalan.”
aku mulai meniup-niup dan menyantap makananku, hmmm armonya sudah membuat cacing-cacing dalam perutku menjadi tak sabaran. dan saat mengunyah, menelan dan merasakan makananku, aku bersyukur aku masih bisa menikmatinya, biarpun sendirian.
kubalik lembar berikutnya, hmmm agak panjang:
“pernah kudengar tentang orang yang hilang ingatan … kurasa mereka sebagian orang-orang yang beruntung karena mendapatkan kesempatan menjadi manusia baru. akan tetapi, di sisi lain, alangkah kesepiannya mereka hidup tanpa ingatan - harta berharga kita dalam hidup - dan agar kenangan tidak menjadikan kita manusia penuh penyesalan, sebelum hari ini berakhir, sebelum hari ini menjadi kenangan, lakukanlah apa yang ingin kalian lakukan, sampaikanlah apa yang ingin kalian sampaikan, akuilah apa yang kalian rasakan, jawablah semua kegundahan.”
damn! selain dikejutkan oleh ledakan tawa dari meja belakang, aku juga merasa tertegun dengan kata-kata panjang tersebut. lebih tepatnya aku merasa tertampar, karena lakukanlah, sampaikanlah dan akuilah adalah semua hal yang tidak bisa kulakukan selama ini.
aku perlu minum, melanjutkan makan malamku, enggan meneruskan bacaan tersebut, tapi mataku berkhianat dan kembali menelusuri barisan kata-kata tersebut:
“… sebelum semuanya terlambat dan menjadi kenangan, katakanlah pada orang yang kau cintai ‘aku mencintaimu’ dan saat dia membalas cintamu, yakinlah padanya bahwa dia memang mencintaimu, jangan tidak mempercayainya, jangan pernah meragukannya, jagalah cintamu dan jangan biarkan dia berlalu …”
slap! klise! segera kututup buku itu bersamaan kudengar suara klakson panjang dan terburu-buru dari beberapa mobil di jalan - macet - dan ternyata semua sudah tidak sabar (seperti cacing-cacingku) untuk segera pulang atau menuju tempat yang mereka tuju - makan malam sepertiku, mungkin.
aku memutuskan segera menikmati dan menghabiskan makan malamku - aku ingin segera pulang dan menulis semua ini.

Bookmark and Share

No comments:

Post a Comment