“what the h***…” gumamku pelan dengan geram setelah tiba-tiba semua di sekelilingku jadi gelap gulita, padahal baru asyik-asyiknya nonton cd ke-2 film lama yang udah lama kuburu, dan nggak sengaja ketemu!
ada rasa jengkel, karena kukira cuma rumahku aja yang “anjlok” listriknya, terdengar suara ibuku berteriak, bertanya, “ada apa, san?” soalnya beliau juga baru asyik nonton tipi. di kamar, benar-benar gelap, aku sendirian. kusingkap korden jendela, dan yang terlihat di luar cuma warna hitam. aneh, lampu penerang jalan deket rumahku juga nggak nyala, berarti bukan cuma rumahku aja yang mati lampu, ternyata (kemudian kudengar dari suara ayahku yang udah nengok, ngeliat keadaan sekitar rumah) klo mati total!
masih terdengar suara hujan turun (dan tentu saja mendung, dengan demikian nggak ada bulan atau bintang-bintang yang bisa memberikan sedikit cahaya mereka). we’re totally in the dark!
“cklek!” dengan sukses kubuka flip ponselku sehingga cahaya langsung memendar dari benda tersebut yang sebelumnya aku harus meraba-raba mencarinya. dengan bantuannya (ternyata nggak cuma sebagai alat komunikasi, seringnya hapeku berguna sebagai alat penerangan klo mati listrik gini) aku nyari korek buat nyalain lilin yang udah disediain banyak buat persediaan, diletakkan pada tempat yang nggak udah perlu nyari-nyari lagi.
cahaya lembut lilin mulai menerangi ruangan (dimana ibu dan ayahku tadi sedang nonton tipi ber-2), satu lilin, 2, sesuai dengan kebutuhan. untuk kamarku, kunyalakan 3 lilin dengan ukuran yang sudah kepake (alias udah pendek-pendek), kuletakkan tempat ke-3 lilin tersebut di lantai kamarku. lalu dengan posisi badan di tempat tidur, kepala menjulur ke lantai (bedku nggak tinggi soale), aku mulai menulis, dengan penerangan di dekat ke-3 lilin tadi.
hujan di luar sudah terdengar menjadi gerimis dan lama-lama cuma terdengar satu-dua tetesan air yang jatuh menipa atap, setelah itu hening sama sekali.
“kok lama ya …” gumamku mengeluh dan mulai menyalahkan PLN, masak ujan dikit aja, listrik mati, listrik nggak segera hidup. sambil memandangi nyala ke-3 lilinku yang seolah menari-nari dengan tinggi mereka yang berbeda-beda dan semakin berkurang, meleleh… dengan iseng kucoba menyentuh salah satunya, dan “awww!…panas!” moron… dasar bodoh, pikirku geli.
hujan sudah berhenti sama sekali, salah satu lilinku juga sudah mulai meredup pijarnya, semakin meleleh habis. dan harapan bahwa keajaiban yang namanya listrik bakal menghidupkan kembali jaringannya sehingga juga akan menghidupkan semua peralatan elektronik yang ada di rumah, termasuk komputer, sama sekali belum terwujud. tampaknya bakal lama.
tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara seperti ledakan dari jauh, seperti suara petasan/kembang api taon baruan! ibuku yang emang gampang terkejut langsung berteriak, bertanya lagi. aku berpikir apa ada salah satu trafo (ato apalah namanya) di salah satu tiang listrik meledak? dimana banyak kasus mati listrik disebabkan olehnya (selain kabel ketimpa pohon, dll). tapi kemudian terdengar ledakan lagi, beruntun malahan. (what?! bombing?! war?!). bodoh, walaupun kemungkinan tersebut bisa terjadi di seluruh pelosok dunia ini, tapi di sini?! Terdengar lagi rentetan ledakan, dan memang ternyata cuma kembang api, tau siapa yang nyalain dan dalam rangka apa …iseng banget…
“ah…!” seruku tanpa sadar karena tiba-tiba kamarku sudah terang benderang dengan lampu phillips yang sudah menyala, dan tentu saja jadi terlalu menyilaukan. langsung kudengar suara TV nyala, dengung lemari es, musik, dll. dan aku cuma bisa terecenung, berpikir, “can’t imagine our life without electricity …”
No comments:
Post a Comment